Senin, 25 Oktober 2010

Kisah Tentang Wortel, Telur dan Bubuk Kopi

Panaskan 3 buah panci berisi air diatas api

Pada panci yang pertama, masukkan beberapa buah wortel

Pada panci yang kedua, masukkan beberapa buah telur

Pada panci yang ketiga, masukkan beberapa biji kopi yang sudah dihaluskan menjadi bubuk kopi

Panaskan ketiga panci tersebut selama 15 menit

Keluarkan isi dari ketiga panci tersebut

Wortel yang sebelumnya keras,

Sekarang berubah jadi empuk

Telur yang sebelumnya lunak

di bagian dalamnya, sekarang

menjadi keras

Bubuk kopi sudah menghilang

Tapi, air panas sudah berubah warnanya dan mempunyai bau kopi yang sangat harum

Sekarang pikirkan tentang Pekerjaan

Pekerjaan itu tidak selamanya mudah

Pekerjaan itu tidak selamanya nyaman

Bahkan kadang-kadang pekerjaan menjadi sangat susah

Keadaan tidak berubah seperti yang kita inginkan

Orang-orang tidak memperlakukan kita seperti yang kita harapkan

Kita bekerja sangat keras, tapi tidak mendapatkan hasil yang memuaskan

Apa yang terjadi pada saat kita menghadapi kesulitan?

Sekarang pikirkan tentang ketiga panci itu?

Air yang mendidih bagaikan masalah di pekerjaan kita.

Kita dapat menjadi seperti wortel

Kita maju dengan kuat dan tegas.

Tapi kita keluar dengan lemah dan lunak

Kita menjadi sangat lelah

Kita kehilangan harapan

Kita menyerah

Hilanglah semangat juang di diri kita

Jangan mau menjadi wortel!!!

Kita dapat menjadi seperti telur.

Kita memulai dengan hati yang tulus dan sensitif

Kita berakhir dengan sangat egois dan cuek

Kita membenci orang lain

Kita membenci diri kita sendiri

Tidak ada lagi kehangatan di diri kita

Jangan mau menjadi telur!!!

Kita dapat menjadi Bubuk Kopi.

Air tidak mengubah bubuk kopi

Bubuk kopi yang mengubah air

Air menjadi berubah karena adanya bubuk kopi

Lihatlah.

Ciumlah.

Minumlah.

Makin PANAS airnya, makin ENAK rasanya.

Kita dapat menjadi Bubuk Kopi

Kita membuat sesuatu yang baik dari tantangan yang kita hadapi.

Kita belajar hal-hal baru.

Kita mempunyai pengetahuan baru, ilmu baru dan skill baru

Kita tumbuh bersama pengalaman

Kita membuat dunia di sekeliling kita menjadi LEBIH BAIK

Untuk berhasil, kita harus coba …. dan coba lagi

Kita harus percaya pada apa yang kita kerjakan.

Kita tidak boleh menyerah.

Kita harus sabar.

Kita harus tetap bersemangat

Masalah dan kesulitan memberi kesempatan kepada kita untuk menjadi lebih kuat… dan lebih baik… dan lebih mampu.

Jadi, kita akan menjadi apa setelah membaca cerita ini?

Menjadi seperti wortel…

atau telur…

atau biji kopi?

Jadilah seperti BIJI KOPI








Pedoman Dalam Memilih

MAKALAH

TAFSIR TARBAWI I

Tentang


PEDOMAN DALAM MEMILIH


Oleh:


Alex Sandra

409.052


Dosen Pembimbing:

Dr. Risman Bustamam, M. Ag


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI-B)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) IMAM BONJOL PADANG

1431 H/ 2010 M



I. Pendahuluan

Akhir-akhir ini banyak kita lihat dan kita saksikan bersama, bahkan mungkin ada diantara kita yang mengalaminya yaitu salah dalam memilih. Baik memilih pendidikan, pekerjaan dan yang paling penting adalah memilih dan menentukan arah tujun hidup kita.

Kita harus menentukan dan memilih tujuan hidup kita dari sedini mungkin, sebab kalau kita salah pilih maka kita bisa terperangkap dalam kehidupan dunia yang semakin hari semakin berkembang.

Oleh karena itu, didalam makalah ini penulis akan mencoba untuk menguraikan sedikit banyaknya tentang pedoman-pedoman dalam menentukan tujuan hidup kita kedepan, agar kita bisa mencapai tujuan hidup kita sebagai Insan Kamil. Sukses hidup didunia, bahagia hidup diakhirat. Disini akan diuraikan bagaimana kita menentukan pilihan kita dengan sebaik-sebaiknya yang didasarkan pada surat Al-Kahfi ayat yang ke-29.

II. Pembahasan

Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.(Al-Kahfi: 29)

1. Kebenaran Yang Hakiki

Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu


Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan kepada Rasul Nya", supaya menegaskan kepada orang-orang kafir bahwa kebenaran yang disampaikan kepada mereka itu adalah dari Tuhan semesta alam. Dan adalah kewajiban mereka untuk mengikuti kebenaran itu dan mengamalkannya.[1]

Dapat juga dikatakan bahwa, setelah pada ayat sebelumnya (QS. Al-kahfi: 28) Allah menuntun Rasulullah SAW menolak usul kaum musyrikin tentang pengusiran kaum miskin dan lemah dari majelis beliau maka Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk menegaskan kepada semua pihak temasuk orang musyrikin yang angkuh itu bahwa; “dan katakanlah wahai Nabi Muhammad bahwa; “kebenaran yakni wahyu ilahi yang aku sampaikan ini datangnya dari Tuhan pemelihara kamu dari segala hal.[2]

Kebenaran itu datang dari Tuhan, bukan dari aku, bukan dari kamu dan bukan dari siapapun diatas dunia ini kecuali hanya dari Allah SWT yang kebenaran-Nya adalah diatas kita semuanya.[3]

Nilai-nilai yang terkandung dalam ayat ini tidak boleh untuk diubah dan diabaikan, ia adalah harga mati, karena itu adalah haq, yakni sesuatu yang mantap dan tidak mengalami perubahan, sebab sumbernya adalah Allah SWT.

Jadi, semua kebenaran yang ada diatas dunia ini adalah bersumber Allah SWT, tidak ada suatu kebenaran pun kecuali kebenaran yang datang dari Allah SWT. Oleh karena itu tidaklah pantas kita menganggap bahwa kita adalah orang yang selalu benar dan selalu menganggap orang lain rendah dari kita.

2. Satu diantara dua pilihan

Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir"

Dalam potongan ayat ini, bisa kita pahami bahwa didalam kehidupan kita ini, Allah selalu memberi kita beberapa pilihan, karena dengan diberikannya kebebasan dalam memilih maka kita akan semakin yakin dengan apa yang kita pilih tesebut, berbuat berdasarkan hal tersebut karena memang tidak ada paksaan dalam Agama Islam ini.

Disini allah memberikan kepada kita dua pilihan, dimana kalau kita bisa memilih yang terbaik dari yang dua tersebut maka kita akan bisa mencapai kehidupan kita baik didunia maupun di akhirat dan hanya dengan memilih pilihan yang terbaiklah kita akan bisa menjalani kehidupan kita dengan aman dan damai.

Diantara dua pilihan yang harus kita pilih berdasarkan potongan ayat ini adalah:

a. Iman

Allah mengatakan (Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman), maka disini kita bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa Allah memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih, kalau kita merasa bahwa iman itu adalah pilihan yang terbaik, maka hendak berimanlah.

Secara singkat, iman dapat dijelaskan bahwa iman artinya kepercayaan, yang intinya percaya dan megakui bahwa Allah itu ada dan Esa, tiada Tuhan selain dia dan Muhammad adalah utusan-Nya.[4] Allah berfirman:

Artinya:

Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al-Baqarah: 285)

Seorang mukmin adalah orang yang mengenal Tuhannya, hidup untuk-Nya, bersiap-siap untuk bertemu dengan-Nya dan tau bahwa mati tidak dapat memutuskan garis kehidupan, sebab garis kehidupan ini tidak teputus oleh apapun. Kematian hanyalah sebuah titik peralihan menuju kehidupan lain.[5]

Keimanan seseorang dinilai sempurna apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati dan tidak bercampur dengan keraguan dan dilaksanakan dalam perbuatan sehari-hari, serta adanya pengaruh terhadap pandangan hidup dan cita-citanya.[6]

b. Kafir

Pilihan kedua yang ditawarkan oleh allah kepada kita adalah (dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir) Kafir disini bermakna orang yang ingkar dan yang tidak beriman, dengan kata kata lain, orang yang kafir adalah orang yang tidak mau memperhatikan serta menolak semua hukum Allah atau hukum islam yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW atau para penyampai dakwah.

Orang yang kafir adalah orang yang zalim, orang yang aniaya. Karena dia melawan kebenaran. Padahal kebenaran itu adalah dari tuhan. Dan dia melawan akal murninya sendiri. Dia zalim artinya menganiaya dirinya sendiri. Niscaya nerakalah tempat mereka, sebab mereka sendiri yang telah memilih jalan kesana.[7]

Siapa yang ingkar dan membuang kebenaran yang datang dari Allah itu, silahkan berbuat. Jika mereka ingkar, Rasulullah SAW tidak memperoleh kerugian apa-apa sebagaimana halnya beliau tidak memperoleh keuntungan apapun jika mereka beriman. Allah SWT berfirman:

Artinya:

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri…(QS. Al-Isra’: 7)

Itulah dua pilihan yang diberikan oleh allah kepada kita, semoga kita bisa memilah dan memilih jalan yang akan kita tuju. Dan semoga kita diberi hidayah oleh Allah untuk memilih pilihan yang terbaik, yaitunya menjadi manusia yang beriman sehingga tujuan hidup kita selamat dunia dan akhirat akan dapat kita capai.

3. Balasan bagi orang yang zalim

a. Neraka yang Mengepung Mereka


Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.


Sebelumya telah dijelaskan bahwa Allah memberikan kebebasan kepada kita utuk memilih antara iman atau kafir. Maka diayat ini bisa kita pahami bahwa allah swt telah menyediakan azab yang amat pedih bagi orang yang zalim yakni mereka yang angkuh dan mempesekutukan allah, neraka yang gejolaknya mengepung mereka.

Jadi, jika manusia itu memilih kekafiran dan melepaskan keimanan, berarti mereka telah melakukan kelaliman, yakni mereka telah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Karena itu kepada mereka, Allah memberikan ancaman yang keras, yaitu akan melemparkan mereka ke dalam neraka. mereka tidak akan lolos dari neraka itu, karena gejolak api neraka itu mengepung mereka dari segala penjuru, sehingga mereka laksana seorang yang tertutup dalam kurungan.

b. Minuman dan tempat tinggal yang seburuk-buruknya.


Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.


Allah telah menetapkan dan menyediakan berbagai macam cobaan dan azab bagi orang-orang yang kafir. Selain dari neraka yang telah dipaparkan diatas tadi, maka Allah juga akan memberi mereka minuman dengan air seperti cairan besi atu minyak yang keruh dan mendidih yang menghanguskan muka mereka apabila didekatkan ke bibir apalagi jika menyentuh bibir, lebih-lebih lagi bila diteguk.[8]

Sungguh alangkah jelek air yang mereka minum itu. Tidak mungkin air yang mereka minum demikian panasnya itu dapat menyegarkan kerongkongan, dan tidak dapat pula mendinginkan dada yang sedang kepanasan, bahkan lebih menghancurkan diri mereka. Dan neraka yang mereka tempati itu adalah tempat yang paling buruk dan penuh dengan siksaan.[9]

B. Arti kata-kata sulit

Kata (سرادق) suraadiq berasal dari bahasa Persia. Ada yang memahaminya dalam arti kemah dan ada juaga dalam arti penghalang yang menghalangi sesuatu masuk kerumah atau kemah. Neraka diibaratkan dengaan bangunan yang memiliki penghalang beupa gejolak api, sehingga yang disiksa tidak dapat keluar, dan pihak lan pun tidak dapat masuk untuk menolong.

Dengan demikian, yang disiksa benar-benar diliputi oleh api itu. perlu dicatat biasanya rumah atau kemah-kemah yang mempunyai suradiq adalah rumah orang yang berpunya, dengann demikian, penggunaan kata ini disini meupakan cemoohan untuk penghuni neraka.[10]

III. Penutup

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas, dapat kita ambil beberapa ibrah atau pelajaran bahwa, kebenaran itu hanya berasal dari allah. Dan dalam menghadapi kebenaran itu tidaklah berbeda antara orang kaya dengan orang yang miskin dan antara yang kuat dengan yang lemah.

Didalam hidup ini, Allah memberi kita dua pilihan, apakah kita akan menjadi orang yang beriman, atau menjadi orang yang kafir, terserah kepda dri kita masing-masing. Kalau kita memilih menjadi orang yang beriman, maka itu adalah pilihan yang baik dan insya allah kita akan memperoleh surga nantinya. Tapi sebaliknya, kalau kita memilih kafir, maka neraka lah yang akan kita dapatkan.

Begitu pula didalam pendidikan, kita harus bisa untuk memilah dan memilih kemana arah tujuan pendidikan kita ini. Kalau kita ingin pendidikan kita ini berhasil dan menjadi orang yang sukses, marilah kita belajar dengan sungguh-sungguh, insya allah kita akan mendapatkannya. Dan sebaliknya, kalau kita hanya mengikuti pendidikan ini untuk menyenangkan hati orang tua dan hanya untuk mendapatkan ijazah dan nilai, maka memang hanya itu lah yang akan kita dapatkan.

Oleh karena itu, marilah kita tentukan pilihan kita dari sekarang, agar kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan dan cita-citakan.

B. Saran

Didalam makalah ini mungkin terdapat banyak kekurangan, baik dari segi susunan katanya, penulisannya dan lain sebagainya. Maka kami sebagai pemakalah mengucapakan banyak ma’af atas kekurangan kami karna kami hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan kami juga mengharapkan kritik dan saran yang mendukung, dan semoga dengan kritik dan saran yang di berikan bisa kami jadikan pelajaran untuk memperbaiki makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’anul Karim

Shihab, M. Quraish, 2002, Tafsir Al-Mishbah, Pesan Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera hati

Hamka, 1992, Tafsir Al-Azhar, Juzu’XV, Jakarta: Pustaka Panjimas.

Ghazali , Syeikh Muhammad, 2004, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Gaya Media Pratama.

Syafe’i , Rachmat, 2000, Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Social, Dan Hukum, Bandung: Pustaka Setia



[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 52

[3] Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juzu’XV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), h.198

[4] Rachmat Syafe’i, Al-Hadis Aqidah, Akhlak, Social, Dan Hukum, (Bandung: Pustaka Setia,2000), h.16

[5] Syeikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, (Gaya Media Pratama, 2004), h. 271

[6] Rachnat Syafe’I, op.cit, h.17

[7] Hamka, op.cit, h.199

[8] M. Quraish Shihab, op.cit, h. 52

[10] M. quraish shihab, op.cit, h. 52

Jumat, 22 Oktober 2010

Makalah Ilmu Kalam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam makalah ini yang berjudul Akidah Islam, yang terbagi atas akidah pokok dan cabang. Pada zaman sekarang ini kita sudah mendapatkan realita yang ada bahwa akidah orang-orang Islam sangat jauh sekali dari yang diharapkan.

Kalau kita lihat ini di akibatkan karena kurangnya pemahaman orang-orang islam itu sendiri terhadap ajaran islam. Maka dari itu kami pemakalah mencoba untuk memaparkan ajaran islam yang yang akan menjadi dasar pemahaman terutama bagi kita senagai mahasiwa.

B. Batasan masalah

1. Akidah Islam Pokok dan Cabang

2. Zat Allah dan Sifat-Sifatnya

3. Makna Syahadat

4. Tauhid dan pembagiannya

C. Tujuan

Tujuan kami disini adalah untuk mengetahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan akidah cabang dan pokok serta mengetahui apa yang disebut dengan akidah. Juga disini dijabarkan tentang pengertian dari Zat Alah dan sifat-sifat-Nya, makna syahadat, Tauhid dan pembagiannya. Dan tujuan yang paling utama adalah bagaimana kita bisa mengaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Akidah Islam

Secara etimologis, akidah berasal dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqdan-’aqidatan. ‘aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah tebentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. Dan relevansi dari kata aqidah dan aqdan adalah keyakinan itu tersimpul kuat didalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.Sedangkan secara istilah, terdapat beberapa definisi, antara lain:

Menurut Hasan al-Banna, “aqa’id ( bentuk jamak dari kata aqidah ) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.

Dan menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy, aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.[1]

Jadi menurut kami, aqidah itu adalah sejumlah perkara yang bisa diterima oleh manusia, menentramkan jiwa dan diyakini kebenarannya sehingga tidak ada satupun bercampur dengan keragu-raguan.

1. Akidah pokok

Akidah umat Islam pada masa Nabi dan masa khalifah Abu Bakar As-Sidik dan Umar bin Khattab masih dapat dipertahankan yaitu disebut Rukun Iman yang mencakup 6 aspek dalam pembahasan ini disebut dengan “akidah pokok” yaitu sebagai berikut:

a. Iman kepada Allah

b. Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah

c. Iman kepada Kitab-Kitab Allah

d. Iman kepada Rasul-Rasul Allah

e. Iman kepada Hari Kiamat

f. Iman kepada Qada dan Qadar

Jadi menurut kami akidah pokok itu adalah aqidah umat islam yang masih murni dan terpelihara sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw yang tercakup didalam Arkanul Imam yang enam.

2. Akidah Cabang

Setelah berakhirnya kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab umat Islam tidak dapat menahan diri dengan apa yang telah dijaga bersama. Kemudian muncul permasalah yang melahirkan peristiwa pembunuhan Khalifah Usman bin Affan (Tahun 345-656 M), oleh para pemberontak yang sebagian besar dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya.

Memang secara lahir nampak peristiwa ini adalah persoalan politik yang berkembang menjadi persoalan Akidah (Teologi) serta melahirkan berbagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pada masa ini umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidah, karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang pada masa sebelumnya terkunci. Masing-masing kelompok membawa keluar persoalan akidah untuk dilepaskan bersama kelompoknya sehingga muncul pemahaman versi kelompok tersebut.

Maka lahir cabang-cabang akidah yang pemahaman bervariasi dari masing-masing aspek rukun iman,[2] diantaranya :

a. Masalah Tuhan

Dengan berkembangnya filsafat dikalangan kaum muslimin dan sebagainya menjadikan kaum muslimin terusik untuk membicarakan perihal ketuhanan secara lebih luas melalui kedalaman ilmunya sehingga melahirkan pemahaman yang berbeda (ikhtilaf) dalam sekitar pembahasan ketuhanan diantaranya mengenai zat, sifat, dan af’al/perbuatan Tuhan.

Dalam masalah zat Tuhan muncul pendapat yang menggambarkan Tuhan dengan sifat-sifat bentuk jasmani/fisik. Golongan ini disebut Mujassimah (orang-orang yang merumuskan Tuhan). Sedangkan dalam masalah sifat Tuhan juga muncul persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai sifat atau tidak. Dalam hal ini muncul 2 golongan pendapat :

Pertama : Golongan Mu’atilah yang diwakili oleh Golongan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Dia adalah Esa, bersih dari hal-hal yang menjadikan tidak Esa. Mereka meng Esakan Tuhan dengan mengosongkan Tuhan dari berbagai sifat-sifat.

Kedua : Golongan Ahlus Sunah Wal Jamaah yang diwakili oleh golongan (Asy’ariyah dan Maturidiyah ) meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat yang sempurna dan tidak ada yang menyamai-Nya. Mensifati Tuhan dengan sifat-sifat kesempunaan tidak akan mengurangi ke Esaan-Nya

b. Masalah kitab-kitab/ wahyu

Permasalahan yang diikhtilafkan dalam persoalan kitab dikalangan orang Islam ialah apakah Al-Qur’an itu Qadim (kekal) atau hadis (baru). Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah Qadim, bukan makhluk (diciptakan). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah tidak qadim karena Al-Qur’an itu diciptakan (makhluk).

c. Masalah nabi dan rasul

Masalah yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi dan Rasul adalah mengenai jumlah. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari sejumlah itu yang diangkat menjadi Rasul ada 313 orang.

d. Masalah hari kiamat

Para ulama telah sepakat dalam masalah adanya hari kiamat dan hal-hal yang terjadi didalamnya hanya saja mereka Ikhtilaf tentang apa yang akan dibangkitkan. Pendapat pertama mengatakan bahwa yang dibangkitkan meliputi jasmani dan rohani. ini dikeluarkan oleh golongan Ahlus Sunah Wal Jamaah. Adapun pendapat kedua yang dibangkitkan adalah rohnya saja.

e. Masalah takdir

Dalam persoalan mengimani takdir, orang Islam sepakat perlunya meyakini adanya ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk yang ada dialam semesta ini. Namun berbeda dalam memahami dan mempraktekannya

Golongan Jabariyah yang dipelopori oleh Jahm bin Sahfwan berpendapat bahwa takdir Allah berarti manusia memiliki kemampuan untuk memilih, segala perbuatan dan gerak yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah semata, manusia menurut mereka sama seperti wayang yang digerakkan oleh ki dalang karena itu manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatan-Nya.

Pendapat lain bahwa manusia mampu mewujudkan perbuatannya. Tuhan tidak ikut campur tangan dalam perbuatan manusia itu dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena takdir Allah SWT. Golongan mereka disebut Aliran Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad Al-Jauhari dan Gharilan Al-Damsiki.

B. Zat Allah dan sifat-sifat-Nya

Kaum muslimin pada masa abad pertama hijriyah tidak pernah membicarakan ayat-ayat yang bersifat mutasyabihat seperti ayat yang membicarakan sifat-sifat tuhan, dan mereka juga tidak mau menakwilkan, karena tuhan maha sucidan tidak biasa disamakan dengan makhluk. Dengan perkataan lain, tidak ada pesamaan antara alam lahir dengan alam gaib. Waktu mereka hanya banyak digunakan untuk menghadapi yang lebih penting, yaitu penyiaran agama islam dan mempekuat dasar-dasar agama yang baru berdiri.

Akan tetapi, sesudah masa mereka timbullah persoalan sifat yang menjadi pembicaraan golongan-golongan islam, antara lain:

1. Musyabbihah

Aliran ini mengatakan bahwa tuhan mempunyai muka, dua tangan, dua mata, bahkan lebih dari itu, Tuhan adalah jisim (tubuh) lain dari tubuh biasa.

2. Muktazillah

Pendirian golongan Musyabbihat yang berlebihan. Menimbulkan reaksi hebat pada Golongan Muktazillah yang menyifati Tuhan dengan “Esa”, “qadim” dan berbeda dari makhluk.

3. Filosof-Filosof Islam

Pendapat filosof-filosof islam seperti Al-kindi, Al Farabi mendekati pendapat Muktazilah. Mereka mengingkari berbilangnya sifat Tuhan dan mensucikan-Nya semurni-murninya.

Filosof tersebut mengadakan pemisahan benar-bear antara Allah dan manusia. Pada manusia kita mengetahui dirinya sendiri lain daripada sifat-sifatnya, dan tiap-tiap sifat lain dari pada sifat yang lainnya. Tidak demikian halnya bagi Tuhan, karena Tuhan adalah wujud pertama yang ada dengan sendirinya.

Ringkasnya para filosof-filosof tidak meniadakan sifat-sifat tetapi lebih suka mensucikan Tuhan sejauh mungkin.

4. Asy’ariyah

Aliran ini juga mengadakan pemisahn antara sifat-sifat salabi (negative) dan sifa ajabi (positif). Pendiriannya tentang sifatsifat negative sam dengan golongan muktazilah, akan tetapi dalam sifat positif berbeda pendiriannya. Menurut pendapatnya, sifat ijabi berbeda dengan zat tuhan antara sifat-sifat itu sendiri berlainan satu sama lain.

5. Maturidi

Ia mengatakan bahwa berbicara tentang sifat harus didasarkan atas pengakuan bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat nya sejak zaman azali, tanpa pemisahan antara sifat-sifat zat, seperti kodrat dan sifa-sifat aktiva (perbuatan, sifat af’al), seperti menciptakan, menghidupakn, memberi rizki dan lain-lain.

6. Ibnu Rusyd

Menurut Ibnu Rusyd, sifat-sifat Tuhan yang disebutkan dalam al-Quran tidak perlu menimbulkan bilangan sama sekali pada zat nya, meskipun bilangan yang tidak menghilangkan keesaan Tuhan,karena sifat-sifat Tuhan terbagi 2, yaitu sifat zat dan wujud dan sifat-sifat perbuatan.[3]

C. Makna syahadat “La Ilaha Illallah”

Kata Ilah mempunyai pengertian yang sangat luas, mencakup pengertian Rububiyah dan Mulkiyah, maka kata inilah yang diambil oleh Allah SWT untuk kalimat Thayyibah yaitu: La Ilaha Illallah

Iqrar la ilaha illallah bersifat komprehensif, mencakup pengertian:

1. La Khaliqa Illallah (Tidak Ada Yang Maha Menciptakan Kecuali Allah)

2. La Raziqa Illallah (Tidak Ada Yang Maha Memberi Kecuali Allah)

3. La Hafiza Illallah (Tidak Ada Yang Maha Memelihara Kcuali Allah)

4. La Mudabbira Illallah (Tidak Ada Yang Maha Mengelola Kecuali Allah)

5. La Malika Illallah (Tidak Ada Yang Maha Memiliki Kecuali Allah, Tidak Ada Yang Maha Memiliki Kerajaan Kecuali Allah)

6. La Waliya Illallah (Tidak Ada Yang Maha Memimpin Keculai Allah)

7. La Hakima Illallah (Tidak Ada Yang Maha Menentukan Kecuali Allah)

8. La Ghayata Illallah (Tidak Ada Yang Maha Menjadi Tujuan Kecuali Tuhan)

9. La Ma’buda Illallah (Tidak Ada Yang Maha Disembah Keculai Allah)[4]

Kalau kita tinjau sebenarnya kalimat La Illaha Illallah mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Allah semata.[5] Berkaitan dengan mengilmui kalimat ini Allah ta’ala berfirman:

Artinya:

“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal”.

Laa Ilaaha Illallah adalah asas dari Tauhid dan Islam dengannya terealisasikan segala bentuk ibadah kepada Allah dengan ketundukan kepada Allah, berdoa kepadanya semata dan berhukum dengan syariat Allah.

Seorang ulama besar Ibnu Rajabb mengatakan: Al ilaah adalah yang ditaati dan tidak dimaksiati, diagungkan dan dibesarkan, dicintai, ditakuti, dan dimintai pertolongan/ harapan. Itu semua tak boleh dipalingkan sedikit pun kepada selain Allah. Kalimat Laa Ilaaha Illallah bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya selama tidak membatalkannya dengan aktifitas kesyirikan.[6]

Intinya kalimat thoyyibah tahlil tersebut adalah sebuah untaian janji/sumpah seorang muslim terhadap Robb-nya, karena dalam kata “Laa Ilaaha illallah”. “Laa” bermakna nafiyah, artinya meniadakan. ialah meniadakan segala bentuk Ilaah (ma’bud) yg diabdi oleh manusia, baik dalam bentuk simbol, benda (materi),undang-undang/hukum, kepemimpinan (kerajaan/negara/organisasi), hingga sebuah ideologi (keyakinan/argumen), selain dari pada Haqqulloh.

Illa adalah huruf istisna (pengecualian) yang mengecualian Allah dari segala mcam jenis ilah yang dinafikan. Dengan demikian kalimat tauhid ini mengandung pengertian bahwa tiada Tuhan yang benar-benar berhak disembah dan patut disebut Tuhan kecuali Allah SWT.[7]

Jadi, makna kata laa ilaaha illalah sebenarnya adalah sebuah untaian janji/sumpah seorang muslim terhadap rabb-nya bahwa tidak ada Tuhan yang benar-benar berhak disembah kecuali Allah SWT.

D. Tauhid dan pembagiannya

Perkataan tauhid berasal dari bahasa arab, yang merupakan mashdar dari kata Wahhada-Yuwahhidu. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Maksudnya iktikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa, tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “Keesaan Allah” dan mentauhidkan berarti mengakui keesaan allah atau mengesakan allah.[8]

Secara sederhana tauhid dapat dibagi dalam tiga tingkatan,[9] yaitu:

1. Tauhid Rububiyah

Secara etimologis kata “Rabb” sebenarnya mempunyai banyak arti, antara lain menumbuhkan, mengembangkan, mendidik, memelihara, memperbaiki, menanggung, mengumpulkan, mempersiapkan, memimpin, mengepalai, menyelesaikan sutu perkara, memiliki dan lain-lain.

Tauhid Rububiyah ialah suatu kepercayaan, bahwa yang menciptakan alam dunia ini hanya allah sendiri tanpa bantuan siapapun, dunia ini ada tidak sendirinya tetapi ada yang menciptakan dan ada pula yang menjadikan yaitu Allah SWT.

Firman allah SWT:

Artinya: “(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”.(QS. Al-An’am : 102)

uqèd ª!$# ß,Î=»yø9$# äÍ$t7ø9$# âÈhq|ÁßJø9$# ( ã&s! ÞOŠÅ3ptø:$# ÇËÍÈ

Artinya: ”Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.Al-Hasyir : 24)

Kita mengetahui bahwa Allah Maha Kuat, Allah Maha Agung, tiada suatu makhluk pun yang bisa menyamai kekuatan Allah dan tidak ada kekuatan untuk menyamai af’al –Nya Allah SWT. Dengan kita meyakini hal tersebut, maka akan timbullah kesadaran dalam diri kita untuk mengagungkan allah, makhluk harus bertuhan hanya kepada allah tidak kepada yang lain. Maka keyakinan inilah yang disebut dengan Tauhid Rububiyah.

Jadi, Tauhid Rububiyah adalah meyakini bahwa tiada yang membuat, mengurus dan mengatur semua makhluk ini selain Allah SWT.

2. Tauhid Mulkiyah

Kata “malik” yang berarti raja dan “malik” yang berarti memiliki berasal dari akar kata yang sama yaitu “ma-la-ka”. Dalam pengertian bahasa ini, Allah SWT sebagai Rabb yang memili alam semesta (Al-Alamin) adalah raja dari alam semesta tersebut, dia bisa dan bebas melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya terhadap alam semesta tersebut.

Banyak ayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemilik dan raja dari langit dan bumi ini, antara lain:

öNs9r

Artinya :

“Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolon”g.(QS. Al-Baqarah 2: 107)

Bila kita mengimani bahwa hanya Allah lah yang menguasai alam semesta ini maka kita minimal harus mengakui bahwa Allah SWT adalah pemimpin (Wali), penguasa yang menentukan (Hakim), dan yang menjadi tujuan (Ghayah)

3. Tauhid Ilahiyah

Kata Ilah berasal dari kata “a-la-ha” yang mempunyai arti antara lain tenteram, tenang, lindungan, cinta, dan sembah. Dan diantara makna kata Ilah tersebut yang paling asasi adalah makna ‘abada yang mempunyai arti: hamba sahaya (‘abdun), patuh dan tunduk(‘ibadah), yang mulia dan yang agung(al-ma’bad), selalu mengikuti(‘abada bih).

Jadi, Tauhid Ilahiyah adalah mengimani bahwa Allah SWT sebagai satu-satunya al-ma’bud (yang disembah).

Dalam hal ini allah berfirman:

Artinya :

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku”.(QS. Thaha 20: 14)

Dan didalam buku Ilmu Tauhid Lengkap karangan Zainuddin kami temukan, bahwa tauhid itu terbagi kedalam 3 bagian, yaitu: Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah dan Tauhid Ubudiyah.

Tauhid Ubudiyah pada dasarnya adalah sebagai sebuah konsekuensi dari keyakinan kita bahwa tiada tuhan selain allah (Tauhdid Ilahiyah-Uluhiyah) dan bahwa tidak ada yang menciptakan, mengurus dan mengatur alam semesta ini (Tauhid Rububiyah). Maka kita pun harus meyakini bahwa tidak ada suatu pun yang berhak disembah dan mendapat pengabdian (ibadah) dari kita selain dari Allah SWT.[10]

Penyembahan disini bukan bermaksud bahwa Allah minta disembah oleh hambanya tetapi penyembahan disini adalah sebagai bentuk ketaatan, kepatuhan antara hamba dengan tuhannya, antara makhluk dengan khaliknya, tidak ubahnya seperti ketundukan seorang anak kepada orang tuanya dan ketundukan seorang bawahan kepada pemimpinnya

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aqidah adalah sejumlah perkara yang bisa diterima oleh akal pikiran manusia, menentramkan jiwa dan diyakini kebenarannya sehingga tidak ada satupun bercampur dengan keragu-raguan. Dan akidah itu terbagi 2, yaitu:

1) Akidah Pokok

2) Akidah Cabang.

persoalan sifat yang menjadi pembicaraan golongan-golongan islam, antara lain:

1) Musyabihata

2) Muktazilah

3) Filosof-filosof Islam

4) Asy’ariyah

5) Maturidi

6) Ibn Rusyd

Secara sederhana tauhid dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:

1) Tauhid Rububiyah

2) Tauhid Mulkiyah

3) Tauhid Ilahiyah

B. Saran

Pada makalah ini terdapat banyak kekurangan, baik dari segi susunan katanya, penulisannya dan lain sebagainya. Maka kami sebagai pemakalah mengucapakn banyak ma’af atas kekurangan kami karna kami hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dam kami juga mengharapkan kritik dan saran yang mendukung, dan semoga dengan kritik dam saran yang di berikan bisa kami jadikan pelajaran untuk memperbaiki makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-qura’anul karim

Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: LPPI Universitas Muhamdiyah Yogyakarta, 2006

Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, cet ke-2, 1989

Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta: Rineka Cipta, 1992

http://ahmadazhar.wordpress.com/2009/03/02/makalah-tauhid-ilmu-kalam/

http://tarbiyahislam.wordpress.com/2007/02/12/tahukah-antum-makna-syahadat-laa-ilaaha-illallaah/

Hanafi, Ahmad, Teologi Islam (Ilmu kalam), cet ke-12, Jakarta: Bulan Bintang, 2001



[1] Yunahar ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: LPPI Universitas Muhamdiyah Yogyakarta, 2006), h.1

[2] http://ahmadazhar.wordpress.com/2009/03/02/makalah-tauhid-ilmu-kalam/

[3] Ahmad Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan bintang, cet ke-12, 2001), h.106

[4] Yunahar ilyas, op.cit, h.30

[6] Ibid

[7] Yunahar Ilyas, op.cit, h.31

[8] Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1989) cet.ke-2., h.907

[9] Yunahar Ilyas, op.cit, h.18

[10] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap,( Rineka Cipta, Jakarta: 1992), h. 22